Happy Smile

Happy Smile
Eksperimen lensa cannon 50 mm

Selasa, 14 Mei 2013

Episode 1, legend Of The Lost Middle Continent


“sshh…..hahh…..hahh… hahh…, semangat cuy!, sebentar lagi sampai, kita sudah memasuki hutan wilayah puncak.” Cahaya bulan Purnama menembus dedaunan hutan yang lebat, sorotan-sorotan cahaya sebagian mengenai tanah dan kayu pepohonan.lampu senter di gunakan untuk menerangi jalanan di tanah. Empat orang Pemuda dengan membawa ransel besar terus melangkah sambil menahan dingin. Rasa dingin semakin bertambah dengan hembusan angin yang melalui sela-sela rimbunan pepohonan Tremulus. Sebelum mencapai puncak tertinggi, di sebelah kanan jalan terdapat hamparan luas yang menunjukan beberapa puncak yang terlihat, karena cahaya bulan Purnama yang menyinari punggungan-punggungan . Pemandangan Indah sekaligus suara dengungan serangga dan belaian lembut angin menjadikan siapapun yang melihat menikmatinya. Sejenak empat orang istirahat sambil bercengkrama dan Songko salah satu pendaki membuka bekal Kopi hangat yang telah di masukan di dalam tremos dan membagikan kepada 3 orang temanya secara bergantian. Sambil Istirahat Bima membuka bekal Air putih dari botol besar. Sedangkan dua orang lainya Malud dan Jager mengecek alat-alat jalan. Dan jager mulai pembicaraan.
“Cahaya Bulan purnama kali ini memberikan keindahan tersendiri, punggungan gunung yang harusnya berwaena hijau menjadi tampak keemasan.” Sambil menyeruput Kopi di dalam tutup tremos. Bulan kali ini memberikan pemandangan tersendiri dengan cahaya Halo bulan mengelilingi bulan dan Nampak seperti Pelangi.
“Ha ha ha, sok romantis kau Jag, lihatlah yang lebih bagus lagi, Cahaya bulan pinggiranya memiliki warna pelangi.” Timpal Malud. Mereka berempat benar-benar menikmati apa yang ada saat itu.
“Hm……Andai di sini ada cewek cantik yang menemani, Asek.” Songko menimpali.
“Pikiranmu itu perempuan melulu, kapan tho kamu mikir lainya.” Bima ikut nimbrung.
“Ha ha ha ha yang penting saya masih Normal, karena saya masih suka cewek. We…”
“Sudah, sudah ayo segera berangkat, puncak sebentar lagi. Daripada ketiduran di sini.”
“Yoi…” semua menyetujui, segera packing dan mereka langsung menaiki. Dan segera berangkat menuju menuju ke arah puncak. Jalanan tanah hitam dngan akar yang merambat di mana-mana, rumput heterogen, dan daun-daun kering yang berserakan juga terkena sebagian cahaya bulan menjadi petunjuk tersendiri bagi mereka untuk menghemat Senter.
Sejenak hewan-hewan malam mulai menunjukan kegiatanya. Burung-burung berterbangan, serangga-serangga mulai mengeraskan suaranya, nyanyian angin membelah hutan tremulus, aura dingin tetap menyelimuti tempat itu. Tremulus 1537 menjadi saksi bahwa kesunyian malam dan dalam tidurnya yang lama telah kedatangan tamu, yaitu empat pemuda tadi.
            Semak-semak di siakan dengan tangan leader, yaitu songko, sedangkan yang lainya membantu membawa logistic yang cukup berat. Ketika mendekati puncak jalan mulai rata. Jalanan mendekati puncak memang landai, karena sudah memasuki punggungan puncak. Hal ini cukup melegakan mereka, setelah melewati gerbang pohon besar sampailah mereka di puncak tremulus. Di sana ada sebuah Gubuk dan di dekat gubuk terdapat sebuah bangunan kuno berbentuk Aneh, masyarakat menyebut itu sebagai watu payon.
            Sejenak mereka berleha-leha, “Jag, jam berapa, cek.”
“Hampir jam 12 malam Mal.”,
“Yausudah seperti biasa” mendangar kata itu, langsung mereka semua mengambil tugas- masing-masing. Mulai dari Malud mengecek alat dan logistic, Jager bagian mempersiapkan makanan, Songko mencari kayu dan Bima segera mempersiapkan tempat untuk istirahat. Mereka telah sibuk dengan apa yang di lakukanya masing-masing. Cahaya bulan semakin menguat, hal itu menyebabkan malam itu seolah-olah siang bermendung. Hal ini tidak seperti biasa, mereka yang harusnya menyalakan lampu, akhirnya tidak menyalakan, karena Cahaya bulan telah memberikan sinar yang sangat terang dari biasanya.
“He Mal, aneh ya, kok terang banget nggak seperti biasanya. Lihat Halonya, cahayanya mengelilingi bulan luas sekali.”
“Bener ger, baru kali ini lho saya melihat hal ini. Wah  saya tidak rugi ikut naik kali ini. Pemandanganya juga dapat. He he he he.”
“tapi kok perasaanku tidak enak ya. Apa tadi ada yang salah ya?”
Tiba-tiba Songko dan Bima mendekat.
“, aneh Jag, kayu-kayu yang harusnya basah oleh embun, jam segini banyak yang kering, benar-benar rezeki.”
“Ya hewan-hewan tidak seperti tadi, malam ini benar-benar sunyi.”
“Bim, Jag, Mal tanah juga kering, hal ini kayakna benar-benar membantu kita, paling hanya dingin malam ini yang menjadi penghadang, ha ha ha ha.”
Sejenak Jager merenung, Di saat Bima mau menyalakan api, tiba-tiba Jager Berteriak “Jangan nyalakan!”
Semua kaget “Ada apa Jag!.” Malud mulai berbicara.
“Kalau ada percikan api terbakar terjadi, api sangat mudah sekali merambat, dan cuaca kali ini benar-benar aneh, apa kalian tidak merasakanya.” Semuanya diam sejenak, dan merenung masing-masing.
Di antara perenungan.”Coba jag lihat jam berapa dan ini tanggal berapa?” Bima mulai berbicara memecah keheningan. “yo ini tanggal 11 menuju tanggal 12, jam dua belas kurang lima menit, bulan 12.”
“ya sudah di nikmati saja dulu pemandanganya, sambil persiapan untuk makan”. Semuanya sejenak terdiam dan menikmati keindahan dan kesunyian dewi malam.
Tepat jam 12 malam. Cahaya bulan lurus tepat di atas Gunung tremulus, aura semakin dingin, di sebuah bangunan tua, watu payon, cahaya berkumpul di batu tersebut. Empat pemuda itu terkaget. Segeralah mereka mendekati tempat itu, mereka semua terkagum-kagum dengan pa yang mereka lihat dan mulai mendekati batu tersebut dengan Simbol Lingkaran ada tanda Plus di tengah yang mengumpulkan cahya membuat cahaya semakin kuat dan cahaya itu meledak. Senyap, hilang dan lenyap. Hanya menyisakan Kesunyian Malam.

Oleh : @jalalsangar

Dilarang keras mempublikasikan tanpa Izin Pengarang