“sshh…..hahh…..hahh…
hahh…, semangat cuy!, sebentar lagi sampai, kita sudah memasuki hutan wilayah
puncak.” Cahaya bulan Purnama menembus dedaunan hutan yang lebat,
sorotan-sorotan cahaya sebagian mengenai tanah dan kayu pepohonan.lampu senter
di gunakan untuk menerangi jalanan di tanah. Empat orang Pemuda dengan membawa
ransel besar terus melangkah sambil menahan dingin. Rasa dingin semakin
bertambah dengan hembusan angin yang melalui sela-sela rimbunan pepohonan
Tremulus. Sebelum mencapai puncak tertinggi, di sebelah kanan jalan terdapat
hamparan luas yang menunjukan beberapa puncak yang terlihat, karena cahaya
bulan Purnama yang menyinari punggungan-punggungan . Pemandangan Indah
sekaligus suara dengungan serangga dan belaian lembut angin menjadikan siapapun
yang melihat menikmatinya. Sejenak empat orang istirahat sambil bercengkrama
dan Songko salah satu pendaki membuka bekal Kopi hangat yang telah di masukan
di dalam tremos dan membagikan kepada 3 orang temanya secara bergantian. Sambil
Istirahat Bima membuka bekal Air putih dari botol besar. Sedangkan dua orang
lainya Malud dan Jager mengecek alat-alat jalan. Dan jager mulai pembicaraan.
“Cahaya
Bulan purnama kali ini memberikan keindahan tersendiri, punggungan gunung yang
harusnya berwaena hijau menjadi tampak keemasan.” Sambil menyeruput Kopi di
dalam tutup tremos. Bulan kali ini memberikan pemandangan tersendiri dengan
cahaya Halo bulan mengelilingi bulan dan Nampak seperti Pelangi.
“Ha
ha ha, sok romantis kau Jag, lihatlah yang lebih bagus lagi, Cahaya bulan pinggiranya
memiliki warna pelangi.” Timpal Malud. Mereka berempat benar-benar menikmati
apa yang ada saat itu.
“Hm……Andai
di sini ada cewek cantik yang menemani, Asek.” Songko menimpali.
“Pikiranmu
itu perempuan melulu, kapan tho kamu mikir lainya.” Bima ikut nimbrung.
“Ha
ha ha ha yang penting saya masih Normal, karena saya masih suka cewek. We…”
“Sudah,
sudah ayo segera berangkat, puncak sebentar lagi. Daripada ketiduran di sini.”
“Yoi…”
semua menyetujui, segera packing dan mereka langsung menaiki. Dan segera
berangkat menuju menuju ke arah puncak. Jalanan tanah hitam dngan akar yang
merambat di mana-mana, rumput heterogen, dan daun-daun kering yang berserakan
juga terkena sebagian cahaya bulan menjadi petunjuk tersendiri bagi mereka
untuk menghemat Senter.
Sejenak
hewan-hewan malam mulai menunjukan kegiatanya. Burung-burung berterbangan,
serangga-serangga mulai mengeraskan suaranya, nyanyian angin membelah hutan
tremulus, aura dingin tetap menyelimuti tempat itu. Tremulus 1537 menjadi saksi
bahwa kesunyian malam dan dalam tidurnya yang lama telah kedatangan tamu, yaitu
empat pemuda tadi.
Semak-semak di siakan dengan tangan
leader, yaitu songko, sedangkan yang lainya membantu membawa logistic yang
cukup berat. Ketika mendekati puncak jalan mulai rata. Jalanan mendekati puncak
memang landai, karena sudah memasuki punggungan puncak. Hal ini cukup melegakan
mereka, setelah melewati gerbang pohon besar sampailah mereka di puncak
tremulus. Di sana ada sebuah Gubuk dan di dekat gubuk terdapat sebuah bangunan
kuno berbentuk Aneh, masyarakat menyebut itu sebagai watu payon.
Sejenak mereka berleha-leha, “Jag,
jam berapa, cek.”
“Hampir
jam 12 malam Mal.”,
“Yausudah
seperti biasa” mendangar kata itu, langsung mereka semua mengambil tugas-
masing-masing. Mulai dari Malud mengecek alat dan logistic, Jager bagian
mempersiapkan makanan, Songko mencari kayu dan Bima segera mempersiapkan tempat
untuk istirahat. Mereka telah sibuk dengan apa yang di lakukanya masing-masing.
Cahaya bulan semakin menguat, hal itu menyebabkan malam itu seolah-olah siang
bermendung. Hal ini tidak seperti biasa, mereka yang harusnya menyalakan lampu,
akhirnya tidak menyalakan, karena Cahaya bulan telah memberikan sinar yang
sangat terang dari biasanya.
“He
Mal, aneh ya, kok terang banget nggak seperti biasanya. Lihat Halonya,
cahayanya mengelilingi bulan luas sekali.”
“Bener
ger, baru kali ini lho saya melihat hal ini. Wah saya tidak rugi ikut naik kali ini.
Pemandanganya juga dapat. He he he he.”
“tapi
kok perasaanku tidak enak ya. Apa tadi ada yang salah ya?”
Tiba-tiba
Songko dan Bima mendekat.
“,
aneh Jag, kayu-kayu yang harusnya basah oleh embun, jam segini banyak yang
kering, benar-benar rezeki.”
“Ya
hewan-hewan tidak seperti tadi, malam ini benar-benar sunyi.”
“Bim,
Jag, Mal tanah juga kering, hal ini kayakna benar-benar membantu kita, paling
hanya dingin malam ini yang menjadi penghadang, ha ha ha ha.”
Sejenak
Jager merenung, Di saat Bima mau menyalakan api, tiba-tiba Jager Berteriak
“Jangan nyalakan!”
Semua
kaget “Ada apa Jag!.” Malud mulai berbicara.
“Kalau
ada percikan api terbakar terjadi, api sangat mudah sekali merambat, dan cuaca
kali ini benar-benar aneh, apa kalian tidak merasakanya.” Semuanya diam
sejenak, dan merenung masing-masing.
Di
antara perenungan.”Coba jag lihat jam berapa dan ini tanggal berapa?” Bima
mulai berbicara memecah keheningan. “yo ini tanggal 11 menuju tanggal 12, jam
dua belas kurang lima menit, bulan 12.”
“ya
sudah di nikmati saja dulu pemandanganya, sambil persiapan untuk makan”.
Semuanya sejenak terdiam dan menikmati keindahan dan kesunyian dewi malam.
Tepat
jam 12 malam. Cahaya bulan lurus tepat di atas Gunung tremulus, aura semakin
dingin, di sebuah bangunan tua, watu payon, cahaya berkumpul di batu tersebut.
Empat pemuda itu terkaget. Segeralah mereka mendekati tempat itu, mereka semua
terkagum-kagum dengan pa yang mereka lihat dan mulai mendekati batu tersebut
dengan Simbol Lingkaran ada tanda Plus di tengah yang mengumpulkan cahya
membuat cahaya semakin kuat dan cahaya itu meledak. Senyap, hilang dan lenyap.
Hanya menyisakan Kesunyian Malam.
Oleh : @jalalsangar
Dilarang keras mempublikasikan tanpa Izin Pengarang