Happy Smile

Happy Smile
Eksperimen lensa cannon 50 mm

Senin, 07 Mei 2012

Arogansi yang tumbuh di Umat Islam


            Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini, banyak sekali aksi-aksi kekerasan yang terjadi di Indonesia, dan bahkan bukan hanya kekerasan tetapi Arogansi yang terjadi di tengah masyarakat. Beberapa malah di tenggarai oleh sebagian oknum yang mengaku Islam. Kita bisa melihat itu ketika media banyak yang meberitakan yang akhirnya hamper semua orang Islam yang kena. Beberapa hal di antaranya yang kita lihat banyak yang terjadi sentimenisasi terhadap orang islam gara-gara sebagian oknum yang mengaku Islam dan tak mau bertanggung jawab.
            Bahkan masjid yang dikatakan sebagai rumah Allah Yang harusnya di lindungi dan di gunaka untuk kemaslahatan umat sekarang di gunakan untuk Sekelompok orang yang seolah-olah mengaku memiliki mesjid tersebut. Dengan kala lain Masjid yang di katakana sebagai rumah Allah menjadi rumah Golongan. Hal ini yang harusnya di sadari umat islam untuk menggunakan kembali fungsi masjid sebagai untuk umat. Sebagai contoh di salah satu masjid di universitas malang. Ketika salah satu umat mau Tahlilan dan berdoa di masjid di usir dari masjid karena perbedaan di anggap perbedaan dalam pemikiran islam. Nah hal tersebut menjadikan salah satu mepbelajaran untuk kita umat islam bagaimana mempergunakan masjid. Contoh lain yang terjadi di masjid salah satu kampus faforit bandung. Dimana sedang mengadakan diskusi tentang islam secara tidak langsung di usir secara halus dengan di matikan lampu oleh petugas yang merasa memiliki hak menggunakan masjid. Ketika di Tanya kenapa di matikan mereka yang diskusi di anggap aliran sesat. Semoga saja hal itu tak terjadi di masjid UI.
            Lembaga perekonomian umat islam yang sebagian mengatasnamakan Syariah ternyata sistemnya tak jauh beda dengan bank-bank milik swasta. Hal inilah yang menjadikan sebagian umat islam lebih memilih bank Swasta. Di samping itu kita lihat perekonomian umat islam. Tidak usah jauh-jauh. Bagaimana kita melihat Masjid UI, apalagi ketika sebelum dan sesudah Jum’atan. Pengemis sudah mengantri. Sedangkan Khotib yang waktu berkubah meneriakan untuk sodakoh, berbagi, dan memajukan umat. Hanya bisa bilang di dalam masjid ketika keluar jum’atan sepertinya Apa yang di sampaikan khotib hanya menjadi dengaran sesaat. Padahal kalau kita lihat jamaa’ahnya hamper semuanya bisa di katakana berkecukupan. Mobil-mobil berjejer di tempat parker. Yang lebih Ironis lagi terdapat parkiran Khusus Pengurus Masjid yang cukup luas. Yang harusnya menjadi fasilitas umat sekarang menjadi fasilitas pengurus masjid. Seandainya yang mau naik mobil itu mau mengangkat para pengemis untuk di berikan pekerjaan apa yang mereka bisa supaya tidak mengemis lagi. Dan memberdayakan umat dan terdapat pengawasa sekaligus pengoptimalan umat mungkin jumlah pengemis akan berkurang. Entah mengapa yang terjadi sebaliknya. Bahkan hokum yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin tidak hanya terjadi pada orang Liberal tetapi sekarang berlaku terhadap umat Islam.
            Di samping itu fungsi madrasah, pesantren dan organisasi ke agamaan yang terjadi sekarang ini malah menjadikan  sebagai ladang pencari uang. Dimana yang kita lihat madrasah yang harusnya di kaytakan sebagai sekolah bagi orang-orang islam yang tidak mampu. Dimana system keuangan yang harusnya berputar dan di gunakan untuk madrasah di sunat kiri kanan. Sehingga yang berada di madrasah mencari uang dari orang tua murid. Yang terjadi di sebagian pesantren juga begitu dengan biaya masuk yang mahal. Yang harusnya dari orang-orang islam memperdayakan pesantren dengan baik malah di gunakan untuk mencari lahan uang. Tetapi beberapa pesantren sudah menerapkan system yang baik. Contoh bisa kita lihat di PP-AL-Istianah, yang berada di pelangitan Pati. System yang di pakai santri di ajarkan untuk latihan bekerja, dimana malam hari di beri pendidikan mengaji. Pesantren itu di gunakan untuk yang tidak mampu. Rata-rata yang berada di situ lulusan SD,SMP dan SMA. Dengan didikan yang ada setelah lulus mereka mampu bekerja. Sangat jarang sekali pesantren seperti itu. Nah itulah yang harusnya bisa di terapkan di pesantren-pesantren di Indonesia.
            Di organisasi-organisasi keislaman juga perlu di perbaiki dalam hubungan antar organisasi islam. Banyak organisasi Islam yang terpecah karena di dasari perbedaan cara fikir. Padahal Rasulullan SAW sendiri sudah mengajarkan untuk menghargai perbedaan. Di sinilah indahnya makna Islam.


Kesimpulan
            Fungsi masjid harus di kembalikan ke fungsi awal dimana masjid sebagai rumah Allah, sebagai pelindung kaum yang tidak mampu, sebagai berteduhnya saudara Islam ketika tertimpa musibah, sebagai tempat diskusi, sebagai tempat mengajarkan kebaikan, dan sebagai tempat berkumpulnya generasi muda untuk diskusi, yangmana akan mengurangi dampak Premanisme yang terjadi. Madrasah-madrasah yang dulunya menyatu dengan masjid bisa di fungsikan lagi. Sehingga masjid benar-benar bisa berfungsi seperti di zaman Kejayaan Islam. Dan dengan hadirnya para pemuda untuk melakukan aktifitas di masjid, mengurangi dampak dari premanisme itu sendiri. Perekonomian juga jalan, karena tidak ada kerusakan dari premanisme. Pesantren mempunyai fungsi ganda sebagai pendidik sekaligus latihan bekerja. Sehingga Islam bisa maju.
Sumber :
Ali, Mohammad Daud. 1998. PAI, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Majalah Hidayah, Edisi 77, Desember 2007.
Arca Azyumahdi DKK. 2003. PAI Pada Perguruan Tingi, Jakarta : Departemen Agama RI





Tidak ada komentar:

Posting Komentar